Monday 14 August 2017

Golput Haramkah Forex


Golput Haramkah Beberapa waktu lalu (dan juga sampai sekarang), bahasan partisipasi kaum muslim dalam Pemilu sempat menghangat. Menghangat karena memunculkan satu hal yang 8216baru8217 8211 walau sebenarnya tidak baru 8211 yang 8216dianggap8217 berlawanan dengan mayoritas sikap kaum muslim (salafiyyun) tanah air yang memutuskan untuk tidak turut berpartisipasi dalam Pemilu. Dimunculkanlah beberapa fatwa yang kurang 8216populer8217 dari para ulama Ahlus-Sunnah. Padahal, fatwa-fatwa tersebut benar adanya dan punya landasan yang layak untuk dipertimbangkan. Tidak perlu hati ini bergegas angkat bicara kontra. Taruhlah misal Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-8216Utsaimin, Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzan, ataupun para ulama yang tergabung dalam Lajnah Daaimah Arábia Saudita yang memang memfatwakan kebolehan berpartisipasi dalam Pemilu. Sedangkan di sisi lain, Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Muqbil, Asy-Syaikh Rabi8217, dan yang lainnya berlainan pendapat dengan para ulama tersebut. Berbicara tentang Pemilu, saya pikir tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai demokrasi. Pemilu merupakan salah satu produk utama sistem demokrasi yang meletakkan rakyat sebagai satu kekuatan utama dalam proses pengambilan keputusan dengan prinsip mayoritas-minoritas. Demokrasi sangat bertentangan dengan Tauhid Rububiyyah dalam hal hukum dimana Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak membuat dan menetapkan hukum (syari8217at). Allah ta8217ala telah berfirman. 16161616 1618161516181615 1616 1616161416171616 8220Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah8221 QS. Yusuf. 40. 161416141618 16141618 1614161816151618 16161614 1614161816141614 161416171615 16141615161416161614 16151615 16181614161616151614 8220Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir8221 QS. Al-Maaidah. 44. Saya yakin kita semua sepakat dengan bathilnya sistem demokrasi menurut kaca mata syari8217at jika ditilik dari sisi ini. Pun jika kita lihat dari Pemilu itu sendiri, tidak akan jauh berbeda dari demokrasi. Pemilu adalah satu mekanisme dalam memilih wakil-wakil rakyat yang akan merumuskan beberapa hukum dan peraturan yang akan diterapkan terhadap warga negara. Jika kita telah sepakat bahwa demokrasi itu haram, maka segala wasilah (perantara) yang dapat mewujudkannya pun otomatis dihukumi haram. Bukankah kaidah telah mengatakan 8220hukum sarana itu sesuai dengan hukum tujuan8221. Belum lagi prinsip mayoritas-minoritas yang menjadikan semua manuscrito dalam satu kedudukan yang sama, bertentangan dengan 8216aql (akal), apalagi naql (dalil). Pemilu (dan juga demokrasi) telah menyamakan semua golongan dalam satu kedudukan, apakah ia seorang laki-laki, wanita, 8216alim, jahil, shalih, atau fajir. 161416181614161816161615 16141616161416181616 16161618 16161614161616151618 161416161618 16141618 161416151614 16141615161416181616 1614161416151612 161416181614161416141616 1616161416171618 16141618161416181614 16161614 16151617161416141616 8220Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridlai8221 QS. Al-Baqarah. 282. 16151618 16141618 1614161816141616 1614161716161614 1616161416171614 16141618161416151614 16141614161716161614 16141618161416151614 161416141614161416171615 16151615 161816141616 8220Katakanlah: Adakah sama utan-orangotangos Yang mengetahui dengan utan-orangotangos yang tidak mengetahui Sesungguhnya utan Yang berakallah Yang dapat menerima pelajaran8221 QS. Az-Zumar. 9. 1614161416141618 16141614 1615161816161611 161416141618 16141614 161416161611 16141618161416151614 8220Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir) Mereka tidak sama8221 QS. As-Sajdah. 18. Ketika 8216suara8217 dari orang-orang tersebut dikumpulkan, diumumkanlah pemenang berdasarkan suara terbanyak. Apabila suara preman lebih banyak, jadilah ia pemimpin dan apa yang ia tetapkan dapat menjadi hukum yang berlaku bagi manusia. Jarang rasanya didapatkan 8211 dari pengalaman yang ada 8211 bahwa suara seorang 8216alim (ulama) itu menang dalam sistem mayoritas-minoritas, karena Allah telah menjelaskan kehendak kauniy - nya bahwa secara kuantitas, orang-orang beriman itu lebih sedikit daripada orang-orang yang tidak beriman . 1616161416171615 1618161416151617 16161618 1614161616171614 16141614161616141617 1614161816141614 161416171616 16151618161616151614 8220 8221Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman8221 QS. Huud. 17. 161416161618 161516161618 1614161816141614 16141618 1616 16181616 16151616161516171614 16141618 161416161616 161416171616 8220Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah8221 QS. Al-An8217am. 116. Bathilnya Pemilu hampir bisa ditetapkan secara aklamasi. Tidak lain karena faktor yang menjelaskan kebathilannya sudah sedemikian terang. Namun perkaranya menjadi 8216panjang8217 (untuk didiskusikan) ketika pendapat yang menyatakan kebolehan ikut Pemilu adalah dengan alasan memilih mafsadat yang paling ringan di antara dua mafsadat. Mafsadat yang dianggap lebih ringan adalah keikutsertaan dalam Pemilu, dan mafsadat yang lebih berat adalah terwujudnya peraturan hukum yang tidak sesuai dengan syari8217at Islam atau terpilih seorang pemimpin kuffar. Dengan kata lain, ikut serta dalam Pemilu adalah sebuah alasan yang bersifat dlaruriy. Jika semua umat Islam golput, lantas siapa yang akan memperjuangkan nilai-nilai Islam di legislatif. Bukankah jika demikian, kaum kuffar akan semakin leluasa membuat peraturan perundangan yang menguntungkan mereka dan merugikan umat Islam. Bukankah satu titik cahaya itu lebih baik daripada gelap gulita sama sekali. Atau, 8230. Jika semua umat Islam golput, bukankah ada kemungkinan kita akan dipimpin oleh penguasa kafir Inilah barangkali pertanyaan yang menggelayuti pihak yang membolehkan Pemilu. Dan pertanyaan seperti di atas trocadilho mudah untuk segera dijawab oleh pihak yang kontra Pemilu. Sama halnya ketika Asy-Syaikh Shaalih As-Suhaimi hafidhahullah ber - tawaquf (abster) ketika ditanya pertanyaan serupa, sebagaimana pernah saya dengar dalam sesi satu tanya-jawab dalam sebuah siaran rádio. Di sini ada satu mafsadat yang berputar pada sisi yang berbeda. Pertanyaan di atas lahir akibat adanya penerapan sistem demokrasi. Ketika kita masuk atau 8216menyepakati8217 sistem tersebut, maka secara spontan pertanyaan di atas pun lahir. Celakanya, itu merupakan realitas yang disepakati oleh mayoritas penduduk Indonésia. Obrolan punya obrolan, 8230. Mungkin ada beberapa musykilat yang menyertai pendapat ini. Jika ada seorang yang beralasan bahwa keikutsertaan kita adalah sebagai perwujudan kaidah memilih mafsadat yang paling ringan de antara dua mafsadat bukankah ada kaidah lain yang juga patut kita perhatikan bahwa kerusakanbahaya itu wajib untuk dihilangkan (). Jika kita menyadari bahwa Pemilu itu pada asalnya adalah satu mafsadat dan kemudian kita memutuskan untuk mengambil mafsadat tersebut dengan alasan dlarurat. Tentu saja kita harus berusaha sekuat tenaga untuk segera keluar dari hal yang kita anggap dlarurat itu. Dlarurat itu harus segera dihilangkan, bukannya malah dilanggengkan. Kita gunakan hal mafsadat tersebut sekedarnya saja, seperti halnya kita terpaksa memakan bangkai. Kita memakannya dengan penuh keengganan dan kebencian, dan kemudian terus berusaha mencari jalan mendapatkan makanan halal. Kalau kita lihat kenyataan yang ada, banyak orang yang berkecimpung dalam Pemilu justru menjadi lupa. Bahasa tubuh mereka seolah-olah menyiratkan bahwa apa yang mereka lakukan adalah mubah (atau bahkan disyari8217atkan) secara asal. Perkataan bahwa mereka melakukannya dengan alasan dlarurat. Mengambil mafsadat yang paling ringan diantara dua mafsadat hanya sebagai penghias bibir dan bahan debat ketika berhadapan dengan orang yang berseberangan dengannya. Iya apa iya. Tentu saja ini di luar yang dikehendaki para ulama. Ini sudah keluar pakem menurut saya. Taruhlah kita terima bahwa kita mengambil pendapat untuk ikut serta pada kancah Pemilu adalah untuk mengambil mafsadat yang paling ringan diantara dua mafsadat dalam kerangka dlarurat 8211 yang bersamaan dengan itu kita tetap berusaha keluar dari sistem bathil tersebut inipun juga mustahil bisa terwujud. Mengapa. Ketika kita ikut serta dalam Pemilu, maka dengan itu kita telah berpartisipasi untuk melestarikan sistem yang bathil tersebut. Betapa tidak. Suara yang kita berikan tersebut akan menghasilkan seseorang yang duduk badan legislativo yang di situ poros demokrasi hukum dilaksanakan. Mewujudkan seorang perwakilan di badan legislatif berarti kita 8216setuju8217 dengan segala aturan main di dalamnya. Tentu saja ikhwah semua menyadari bahwa dalam demokrasi, semua paham dan pendapat itu diperbolehkan, kecuali ketidaksepakatan akan demokrasi itu sendiri. Keberadaan 8216wakil rakyat8217 pilihan kita itu saja sudah merupakan kemustahilan untuk melenyapkan sistem demokrasi dengan segala turunannya. Keberadaannya justru merupakan satu upaya legal terhadap kelanggengan sistem demokrasi. Tentu saja pertanyaan menjadi. 8220Bagaimana kita bisa menghilangkan kemudlaratan sedangkan di sisi lain kita sepakat untuk melestarikan kemudlaratan itu 8221. Padahal demokrasi itu satu kemunkaran yang sangat besar di sisi syari8217at. Ingat ikhwah, 8230. Di majelis tersebut tercampur juga Yahudi, Nashrani, atheis, penyembah berhala, filosof, sosialis e danin yang lainnya. Bisakah nilai-nilai Islam diperjuangkan dan nilai-nilai kekufuran dihilangkan di majelis demokrasi tersebut. Merembet-merembetnya juga akhirnya ke masalah Pemilu juga kan. Kembali ke pertanyaan sebelumnya. Jika semua umat Islam golput, lantas siapa yang akan memperjuangkan nilai-nilai Islam di legislatif. Bukankah jika demikian, kaum kuffar akan semakin leluasa membuat peraturan perundangan yang menguntungkan mereka dan merugikan umat Islam. Bukankah satu titik cahaya itu lebih baik daripada gelap gulita sama sekali. Atau, 8230. Jika semua umat Islam golput, bukankah ada kemungkinan kita akan dipimpin oleh penguasa kafir Jika kita berpikir no local. Maka kita akan paham fatwa sebagian ulama yang membolehkan berpartisipasi dalam Pemilu beresensi amar ma8217ruf nahi munkar atau memilih mafsadat terkecil di antara dua mafsadat. Satu fatwa yang lahir untuk menyikapi kenyataan yang berlaku di banyak negara Islã islamismo kebodohan manuscrito di dalamnya dimana mereka menerapkan atau menyepakati satu sistem yang salah. Namun, ini juga tidaklah mutlak berlaku dalam semua keadaan. Jikalau saja partai yang ada hanya ada dua, yaitu partai Islam dan partai Kafir tentu opsi ini bisa lebih mudah dipertimbangkan. Atau kasus serupa, jika ada dua calon pemimpin, yang satu muçulmanos, dan yang lain kafir. Tapi kenyataan yang ada kan tidak seperti itu kan. Apalagi ditambah recordes do disco para wakil rakyat yang terpilih melalui Pemiludemokrasi yang tidak bisa dikatakan bagus, menambah semakin rumit dan kompleksnya pembahasan ini. Adapun sebagian ulama yang tidak membolehkannya, mereka melihat asal hukum dan kemustahilan dihilangkannya mafsadat ketika kita sudah berkecimpung di dalamnya. Sebenarnya pembahasan mengenai ini tidaklah seringkas dan sesederhana di atas. Banyak saling-silang pendapat, bantahan sana dan sini, sebagaimana yang telah beredar di banyak buku dan halaman web. Saya tidak hendak menambah runyam perselisihan yang ada. Bagi ikhwah yang mengikuti pendapat sebagian ulama yang membolehkan mengikuti Pemilu, saya harap antum jangan tinggalkan peringatan kepada umat bahwa demokrasi dan pemilu itu adalah bathil. Peringatkan pula penyakit yang lazim menyertai hal ini, yaitu. Tahazzub dan ta8217ashub. Silakan dijelaskan dengan seterang-terangnya sehingga tidak membuat orang terlena dengan menganggap hal itu sebagai satu hal yang mubah secara asal. Dan bagi ikhwah yang mengikuti pendapat tidak bolehnya ikut serta dalam Pemilu, maka satu saat 8211 jika ada maslahat yang benar-benar jelas dan nyata (bukan hankedar dugaan tanpa melihat pengalaman dan realitas yang telah terjadi, berdasarkan keterangan dari para ulama) 8211 pendapat ( Ijtihad) yang membolehkan Pemilu dapat dipertimbangkan sebagai satu pilihan. Adapun saya 8211 melihat kondisi dan realitas sosial politik serta orang-orang yang telah berkecimpung di dalamnya 8211 rasanya lebih nyaman untuk tidak ikut Pemilu. Minimal untuk sementara waktu ini. Akhirnya, 823082308230 tidak diperbolehkan adanya perpecahan dan sikap saling cela kepada orang yang berseberangan, karena permasalahan ini adalah permasalahan ijtihadiyyyah yang membuka ruang perbedaan pendapat. Abul-Jauzaa 8217 8211 di Sardjito, Yogyakarta, Rabi8217ul-Awwal 1430 H. NB. Apa yang tertulis di sini tentu saja tidak hendak menyokong sebagian harakiyyun yang juga menganjurkan mengikuti Pemilu. Perbedaannya jelas. Mereka mengatakan demokrasi sesuai itu sesuai dengan syari8217at Islam. Mereka pun mengajak bertahazzub dan berta8217ashub melalui perantaraan itu. Walaupun di satu sisi mereka dan ulama Ahlus-Sunnah mempunyai kesamaan namun di sisi lain, perbedaan mereka jauh lebih besar dan mendasar. Izinkan kali ini saya menulis pendek saja. Haramkah GOLPUT MUI (Majelis Ulama Indonésia) baru saja memaklumkan fatwa yang luar biasa kontroversial, yaitu haramkan GOLPUT. Seorang kawan saya, di wall facebooknya mempertanyakan apakah GOLPUT bagian syariat sehingga MUI perlu sibuk meenghabiskan waktu dan energi untuk mengeluarkan fatwa tentangnya Jawab saya singkat saja, bukan 8216syariat8217 tapi 8216syarat8217. Ya, ia adalah syarat bagi para ulama itu untuk memasuki ranah politik. Ia juga syarat untuk membantu pihak tertentu untuk memenangi PEMILU 2009. Setelah fatwa haram bagi muçulmanos yang tidak nyoblos, bahasa Melayunya 8216tidak keluar mengundi8217, MUI juga mengeluarkan fatwa haram bagi rokok. Mungkin sebentar lagi akan keluar fatwa-fatwa lain tentang PEMILU, seperti haram memilih pemimpin perempuan, dll. Tapi apakah salah MUI mengeluarkan fatwa saya rasa tidak. MUI memang mempunyai tugas mengeluarkjan fatwa, karenanya lembaga swadaya masyarakat (LSM) ini mempunyai komisi fatwa. Sudah macam-macam fatwa dikeluarkan sejak lembaga ini terbentuk. Tapi apakah fatwa itu mempunyai kekuatan untuk mengubah perilaku kaum muçulmano de Indonésia Jawabnya, tanyalah kepada rumput yang beroyang. Tapi jujur ​​saja, saya menjadi ragu untuk golput. Rasanya saya perlu 8216nyoblos8217 untuk PEMILU kali ini. Bukan karena takut melanggar fatwa MUI, tetapi untuk memastikan bahwa di masa depan kita tidak diganggu oleh fatwa-fatwa yang tak jelas urgensinya. Saya merasa perlu menjaga agar Republik ini tetap plural, dan tidak menjadi republik taliban. GOLPUT haram Memilih pemimpin yang korup juga haram Ah susahnya hidup di Republik haram8230 .. Curtir isto: Postar navegação Deixe uma resposta Cancelar resposta fatwa haram golput bukan merupakan apa-apa, yang perlu kita pikirkan apakah sistema parlemen di negara haram ini sudah sesuai dengan islam Atau malah menantang cara isalam. Golput yang mana di haramkan tentang pilih partainya atau calegnya atau capresnya, saya yakin kalau selama ini pake sistema demokrasi selama itu juga menantang aturan yang di gariskan qur8217an dan sunah jangan harap akan ada perubahan sebrilian apapun programa canangan kalo golput haram bagaimana dengan sikap mental politukus kita Karena mereka yang menyebabkan kita golput. Habis aku sakit hati dengan sikap dan tingkah laku mereka yang punya bayaran besar otak cuman bisa mokodong. Apa ndak lebih baik yang diharamkan para politikus yang mengatas namakan rakyat.

No comments:

Post a Comment